CIDERA KEPALA BERAT (COB)
I. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik
dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul
segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar
otak, laserasi.
Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan
kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
-
Kejang-kejang
-
Gangguan saluran nafas
-
Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
·
edema fokal atau difusi
·
hematoma epidural
·
hematoma subdural
·
hematoma intraserebral
·
over hidrasi
-
Sepsis/septik syok
-
Anemia
-
Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih
memperberat kerusakan cidera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:
·
Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak
dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal
media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup
sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1
– 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala,
muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat
kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.
·
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan
jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan
lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu
dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik
diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
·
Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya
pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi
pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda
vital.
·
Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat
robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera
kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese,
dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.
Penatalaksanaan:
Konservatif
- Bedrest total
- Pemberian obat-obatan
- Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing.
Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap
tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut
nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk
manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai
batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
- Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
- Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
- Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
- Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
- Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
- Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan
berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising
usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam
keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur
karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan
antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan
antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula
terjadi penurunan tonus otot.
Pemeriksaan Diagnostik:
- CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
- Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
- X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
- Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
- Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Prioritas
perawatan:
- memaksimalkan perfusi/fungsi otak
- mencegah komplikasi
- pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
- mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
- pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1)
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung)
2)
Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau
kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3)
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi
dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4)
Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5)
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.
Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal:
tirah baring, imobilisasi.
6)
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan
nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas
sistem tertutup (kebocoran CSS)
7)
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan
tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.
Status hipermetabolik.
8)
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional.
Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9)
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan
kognitif.
II. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1)
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
- Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria
hasil:
- Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
|
Rasional
|
Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan
koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
Pantau /catat status neurologis secara
teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan
antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi,
frekuensi nafas, suhu.
Pantau intake dan out put, turgor kulit dan
membran mukosa.
Turunkan stimulasi eksternal dan berikan
kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
Bantu pasien untuk menghindari /membatasi
batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai
indikasi/yang dapat ditoleransi.
Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Berikan obat sesuai indikasi, misal:
diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.
|
Penurunan tanda/gejala neurologis atau
kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya
pasien dirawat di perawatan intensif.
Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan SSP.
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial
okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik.
Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan
parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi
dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh
penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam
dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang
selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan
total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma
serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat
mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang
akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
Memberikan efek ketenangan, menurunkan
reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau
menurunkan TIK.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan
intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala
sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya
peningkatan TIK.
Pembatasan cairan diperlukan untuk
menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
Diuretik digunakan pada fase akut untuk
menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid
menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan.
Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan
kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang
mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan
kebutuhan terhadap oksigen.
|
2)
Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau
kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
·
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria
evaluasi:
·
bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
Pantau dan catat kompetensi reflek
gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang
jalan napas sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya,
posisi miirng sesuai indikasi.
Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam
yang efektif bila pasien sadar.
Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati,
jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari
sekret.
Auskultasi suara napas, perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
Lakukan ronsen thoraks ulang.
Berikan oksigen.
Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
|
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat,
periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Kemampuan memobilisasi atau membersihkan
sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan
atau batuk menandakan perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.
Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi
paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
Mencegah/menurunkan atelektasis.
Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien
koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan
napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan
dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau
meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan
berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan
oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
Menentukan kecukupan pernapasan,
keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan
tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.
Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan
membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin
diperlukan ventilasi mekanik.
Walaupun merupakan kontraindikasi pada
pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali
berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan
napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
|
3)
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon
inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup
(kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda
infeksi.
Kriteria
evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik,
pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
Observasi daerah kulit yang mengalami
kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari
drainase dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat
adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan
kesadaran).
Anjurkan untuk melakukan napas dalam,
latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik
sputum.
Berikan antibiotik sesuai indikasi
|
Cara pertama untuk menghindari terjadinya
infeksi nosokomial.
Deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya.
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis
yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.
Peningkatan mobilisasi dan pembersihan
sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis.
Terapi profilatik dapat digunakan pada
pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan
untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
|
Daftar
pustaka
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar
Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar